Sabtu, 19 Maret 2011

JEPANG Oh.,. JEPANG

 
Kejadian Tsunami yang melanda Jepang Jumat siang waktu setempat ( 11 Maret 2011 ), mengingatkan kita akan musibah serupa yang pernah terjadi di tanah air beberapa tahun yang lalu. Gelombang pasang tsunami yang menyapu kawasan pantai utara Jepang memiliki ketinggian berkisar antara 4 sampai dengan 10 meter, telah memporak – porandakan semua kawasan yang dilaluinya.
Sampai dengan tulisan ini saya posting , diberitakan tsunami Jepang telah menelan korban sampai menembus angka 1500 orang dan itu sedang terus berkembang. Walaupun dikabarkan pemerintah Jepang telah berpengalaman menghadapi bencana gempa dan siaga terhadap bahaya tsunami yang sering kali bisa menyertainya, tak ayal kerugian terhadap wilayah yang diterjang tsunami tidak terkira jumlahnya.
Kejadian tsunami Jepang terjadi pada hari Jumat tanggal 11 Maret 2011. Gempa yang melanda pukul 02:46 itu diikuti oleh serangkaian gempa susulan, termasuk satu gempa 7.4 SR sekitar 30 menit kemudian. US Geological Survey memperbarui kekuatan gempa pertama yang berkekuatan 8,8 SR menjadi 8,9 SR.
Gelombang tsunami menyusul datang kemudian sekitar kurang lebih 30 menit, hal itu adalah wajar mengingat lokasi tepat dari kejadian gempa yang mengakibatkan tsunami berada di Lokasi: 38,49LU-142,79BT, Kedalaman: 44km, Posisi: 144km tenggara Ofunato, 145km tenggara Kesennuma, 148km tenggara Kamaishi, 158 km tenggara Otsuchi, 165km timur laut Ishinomaki ( kurang lebih 450 km timur laut Tokyo, ibu kota Jepang ).
Berikut adalah visualisasi gempa-tsunami Jepang:

 pusaran air laut yg terjadi saat gempa-tsunami Jepang


 
Sebuah komunitas pesisir di Natori semua tersapu Tsunami. Lahan-lahan tersebut telah menjadi hitam dan api membakar kawasan perumahan

Kota Kesennuma di Prefektur Miyagi. Hebatnya hanya satu jembatan yang jatuh setelah dihantam gelombang tsunami.

 Pusat Aerospace Jerman menangkap foto-foto perubahan dramatis di Soma. Yang satu di sebelah kiri diambil pada tanggal 5 September 2010, dan satu di sebelah kanan diambil kemarin setelah bencana tsunami

 Torinoumi: Bidang hijau berubah menjadi coklat setelah air tsunami kembali ke laut

 
Higashi Matsushima di timur laut Jepang menggambarkan seberapa jauh perjalanan air laut ke darat dan tingkat kerusakan di bandara

 Organisasi Antariksa Nasional Taiwan menunjukkan kerusakan yang diderita oleh masyarakat di daerah Sendai

 
Media massa manca negara ramai memberitakan fenomena alam yg terjadi di Jepang

Puluhan kota dan desa sepanjang 2.100 kilometer garis pantai timur dari utara hingga selatan Honshu termasuk Tokyo yang berjarak ratusan kilometer dari pusat gempat ikut terguncang gempa. Gempa juga menyebabkan kebakaran di 11 tempat di Tokyo yang menyebabkan depot dan kilang minyak serta pabrik di sekitar Tokyo terbakar hebat. Tampak asap hitam pekat membubung tinggi di kawasan industri Isogo, Yokohama. Berikut adalah dampak yg ditimbulkan pasca gempa-tsunami Jepang:
 Seseorang melewati kapal yang terlempar ke daratan pasca tsunami.

 Tentara Jepang menggunakan perahu di sejumlah daerah yang banjir akibat tsunami, seperti di kota Ishinomaki. 

 Tim militer Jepang melewati kapal yang terlempar ke daratan pasca tsunami ketika mencari korban.

 Sejumlah kapal terbakar di Teluk Kesennuma akibar hantaman gempa dan tsunami. 

 Kapal pemadam kebakaran berupaya mematikan api di pusat penyulingan minyak di Ichihara, sehari setelah gempa dan tsunami melanda Jepang

 Polisi Jepang memastikan 1.500 warga tewas dalam bencana alam. Namun, jumlah korban diperkirakan akan terus bertambah. Wanita Jepang ini tengah menelusuri papan pesan orang hilang. 

 pemandangan tragis pasca gempa-tsunami Jepang

 Sekitar 100.000 tentara dan relawan Jepang mencari dan mengevakuasi korban gempa dan tsunami. Tenaga bantuan dari luar negeri yang didukung anjing pelacak dan peralatan SAR juga mulai mengalir ke kawasan bencana. 

 Tentara Jepang dikerahkan untuk membantu para korban yang selamat.

Kereta api yang ke luar dari rel berubah menjadi seperti pagar halaman di Higashimatsushima, Kabupaten Miyagi.

Begitu dahsyatnya musibah fenomena alam yang terjadi di Jepang tahun ini. Dari pada memikirkan Miyabi yang selamat/ tidak, lebih baik kita berdo'a. Semoga ini adalah bencana besar terakhir yang menguncang bumi kita ini dan semoga seluruh rakyat Jepang bisa kembali bangkit membangun wilayah bencana seperti semula serta bagi para keluarga korban bencana tsunami diberikan kekuatan untuk melalui bencana ini dengan tabah.

Dan khusus untuk adekku tercinta "Fuad Ardani Rahman" yang sedang PKL(praktek Kerja Lapangan) di Jepang, semoga senantiasa dalan lindungan dan rahmat Allah swt. AMIN.,.

Jepang Project Vs Tsunami

Shinkansen


KOMPAS.com — Shinkansen terbaru, Hayabusa, berkelir putih-hijau yang diluncurkan dengan gegap-gempita pada Sabtu (5/11/2011 ), untuk sementara tak beroperasi. Japan Railway (JR) East perusahaan kereta api yang masuk Fortune 500, menemukan kerusakan rel di jalur Sendai-Morioka, paska gempa dan tsunami besar hari Jumat lalu .
Sementara Bandara Sendai, bandara dengan dua landasan pacu atau runway, yang mulai dioperasikan tahun 1943, porak-poranda. Sebanyak 2.200 orang sempat terisolasi di terminal Bandara Sendai. Pesawat-pesawat diwartakan diombang-ambingkan tsunami hingga ke pekarangan warga.
Belum lagi, ada kerusakan infrastruktur energi seperti Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Serta kerusakan berbagai fasilitas publik, yang bila anda sudah pernah ke Jepang, bakal tahu betapa humanisnya fasilitas-fasilitas itu, sehingga pastinya sangat mahal.
Estimasi dari Jefferies International Ltd, kerugian akibat gempa mencapai 10 miliar dollar Amerika, sekitar Rp 87 triliun. Tentu, itu kerugian sementara . Ketika tanggap darurat usai, prediksi kebutuhan dana untuk pemulihan baru akan diungkapkan . Angkanya pasti luar biasa fantastis, dengan banyak deretan angka.
Sekedar pembanding, kerugian akibat Gempa Kobe, Januari 1995 mencapai 100 miliar dollar Amerika, sekitar Rp 870 triliun. Itu dulu 16 tahun lalu, bagaimana dengan hari ini, ketika inflasi dan harga barang sudah berlipat-lipat ganda dibanding tahun 1995?  
Tsunami
Jepang dan Indonesia, di atas peta terpisah 5.000 kilometer. Meski demikian, tsunami dari Jepang walau tak ganas, telah menghampiri pesisir utara Sulawesi dan Papua. Akan tetapi, tampaknya tsunami lebih dashyat akan menerjang republik ini.
Mengapa? Sebab boleh jadi, Tokyo menarik komitmen pinjamannya melalui Japan International Cooperation Agency (JICA), untuk merekonstruksi infrastruktur di Jepang bagian utara. Atau, setidaknya, bila dana dari Jepang tetap tersedia, maka proyek menjadi tertunda dalam hitungan bulan bahkan tahunan.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa proyek-proyek infrastruktur maupun transportasi yang dibiayai pinjaman lunak dari negara donor, umumnya dikerjakan tenaga terampil maupun ahli dari negara itu. Tujuannya, toh, untuk menyerap tenaga kerja di negara asal, d an demi perputaran uang yang lebih menguntungan.
Karena itu, menjadi lumrah, ketika mungkin dana tetap tersedia bagi kita, tapi pekerja-pekerja Jepang lebih dibutuhkan untuk menghapus lara dan menormalkan kondisi di sana paska tsunami.
Namun, ketika hal itu terjadi, pengaruhnya sangat terasa. Sebab proyek-proyek yang didanai Jepang itu sangat-sangat strategis bagi kelanjutan hidup kita sebagai sebuah bangsa.
Diantaranya, ada komitmen dana Rp 722,7 miliar untuk membangun seksi I dari Tol Akses Tanjung Priok , dengan total dana pinjaman yang diperkirakan mencapai Rp 3 triliun.
Tol itu sendiri, sangat dinanti untuk melancarkan perjalanan truk kontainer menuju Pelabuhan Tanjung Priok, yang menguasai pengangkutan 70 persen barang dari republik ini ke luar negeri. Memang jam ak terjadi, kemacetan di jalan-jalan arteri menuju Tanjung Priok karena memang akses jalannya kini tak lagi memadai dan diperparah truk-truk yang parkir di tepi jalan.  
Lantas, ada komitmen pinjaman JICA sebesar 1 20 miliar yen atau Rp 12,7 triliun untuk membangun 15,5 kilometer Mass Rapid Transit (MRT) dari Lebak Bulus ke Bundaran HI. Penundaan terhadap proyek MRT, sama artinya menguburkan impian warga Jakarta naik subway , dan makin mempertontonkan tidak adanya solusi bagi kemacetan Jakarta.
Dan juga, ada pinjaman senilai 60 miliar yen atau Rp 6 triliun bagi proyek double-double track (DDT) dari Manggarai ke Cikarang (32 km). Jalur rel ganda-ganda ini, sangat diharapkan untuk mengatasi kemacetan di jalur rel akibat persinggungan antara kereta api jarak jauh dengan jara k dekat, antara kereta argo dengan kereta rel listrik (KRL). Juga untuk jalur ekspress bagi kereta barang dari dryport Cikarang menuju Pelabuhan Tanjung Priok.  
Solusi
Tentu saja, tak diharapkan terjadi penundaan atau bahkan pembatalan proyek. Namun, mesti dipahami, Jepang dalam beberapa bulan dan tahun ke depan, pasti berkutat memperbaiki infrastrukturnya.
Bagaimana bila rakyat Jepang, menuntut parlemen dan Perdana Menterinya untuk membangun lebih canggih infrastruktur penahan tsunami? Lagi-lagi, fokus pemerintah Jepang pasti ke sana.
Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono sebenarnya mencoba menenangkan, dengan mengatakan, ketika gempa bumi Kobe terjadi tahun 1995, tak terlalu banyak kok penundaan proyek dari Jepang .
Namun, tetap saja pemer intah harus melangkah lebih cepat. Sebab ketika Tokyo menarik atau menunda pinjamannya, maka transportasi negeri ini terancam mandek total.
Lantas, bagaimana solusinya? Kedepankan sinergi BUMN!
Buatlah rencana kerja untuk memberdayakan puluhan hingga ratusan triliun rupiah dana perbankan yang mengendap di Bank Indonesia. Perbankan kita jangan menjadi pengecut, jangan takut ada kredit macet dan sebagainya, gelontorkan dana itu untuk proyek-proyek infrastruktur dan transportasi!
Bukankah ada jutaan warga negeri ini yang masih menganggur? Bukankah juga ada ratusan pekerja PT Wijaya Karya, Tbk, misalnya, yang sementara mengganggur akibat terhentinya proyek di Libya sana oleh karena konflik rakyat dengan Khadafi?   
BUMN Jasa Marga, PT Pelindo, Angkasa Pura I, dan Bali Tourism Development Center (BTDC), telah menyontohkan sinergi BUMN dengan berkongsi membangun Jalan Tol Serangan-Tanjung Benoa sepanjang 11,5 kilometer.
Menteri Negara BUMN, juga telah menyuruh beberapa BUMN untuk membangun rel ganda dari Jakarta ke Surabaya, untuk angkutan logistik berbiaya Rp 6,5 triliun saja, dibanding hitungan awal sekitar Rp 7,2 triliun?
Nah, perbanyaklah sinergi BUMN itu. Berdikarilah. Berdiri-lah di kaki sendiri...

Jepang Bergoyang

LONDON - Gempa bumi dan tsunami dahsyat yang menimpa Jepang, Jumat (13/3/2011) lalu, disebut-sebut sebagai akibat pergerakan bulan yang disebut bulan 'super' yang menyebabkan kejadian-kejadian tak terduga di Bumi. Benarkah?

Sejumlah ahli astrologi memprediksi, 19 Maret nanti, posisi Bumi dan bulan akan sangat dekat untuk pertama kalinya sejak 1992, yaitu berjarak 221.567 mil (356.577 kilometer). Gravitasi dari bulan itulah yang disinyalir menyebabkan berbagai kekacauan di Bumi.

Klaim itu ditegaskan ahli astrologi Richard Nolle yang meyakini bahwa pergerakan bulan merupakan penyebab utama bencana-bencana alam di Bumi.

"Bulan super memiliki asosiasi sejarah dengan badai besar, gelombang yang sangat tinggi juga gempa bumi," papar Nolle dalam wawancara bersama radio ABC sebagaimana dikutip Daily Mail, Minggu (13/3/2011).

Namun, pernyataan itu segera disanggah para ilmuwan yang menilai teori tersebut tidak lebih dari omong kosong.

"Mungkin saja bulan akan berjarak satu atau dua kilometer lebih dekat dengan Bumi ketimbang biasanya. Tapi, kejadian itu sama sekali tidak berpengaruh apa-apa," ungkap Dr David Harland, seorang ahli sejarah angkasa dan penulis.

Ahli seismologi di Universitas Bristol, Profesor George Helffrich, pun menyatakan hal serupa. "Omong kosong. Bulan tidak memiliki efek apapun yang bisa mengakibatkan gempa bumi," tukasnya.

"Jika bulan menyebabkan gempa-gempa besar, artinya bulan juga akan mengakibatkan jutaan gempa kecil yang terjadi setiap hari. Tidak ada ketergantungan waktu dari kejadian itu, karenanya, tidak ada efek dari bulan," imbuh Helffrich.
(van)